Faktor Pemisah Ulama dari Politik

Diposting oleh Unknown on Rabu, 05 September 2012

Memisahkan Ulama dari Politik adalah Ajaran Setan
Mari Baca | Mari Copy
Para setan telah mempelajari bahwa bila kalangan ulama terlibat dalam segala urusan rakyat, terutama dalam urusan politik dengan dukungan rakyat, maka rencana mereka akan segera terbongkar dan gagal mencapai tujuannya. Lalu apa yang harus dilakukan?

Mereka harus berusaha meyakinkan masyarakat awam tentang hubungan ulama dan politik. Harus dipahamkan bahwa kewajiban ulama adalah memakai pakaian kebesaran ulama dan melaksanakan shalat. Selain itu, pekerjaan ulama adalah naik ke atas mimbar untuk menjelaskan beberapa masalah fiqih, bukan masalah yang ada hubungannya dengan politik atau kesulitan yang dihadapi masyarakat.

Mereka harus menjelaskan masalah-masalah yang biasa dan bisa dikata kebanyakan masalah fiqih yang disampaikan, praktis sudah tidak dipakai lagi dan hanya tertulis di buku-buku. Ayat-ayat al-Quran yang dipakai juga yang sudah tidak dilakukan lagi. Kita membaca al-Quran, menciumnya dan kemudian dikembalikan ke tempatnya. Sementara ayat-ayat yang ada hubungannya dengan politik, perang dan masalah semacam ini telah dilupakan. Artinya, mereka memaksa kita untuk melupakannya. Posisi ulama harus memperhatikan masalah-masalah seperti ini, tapi ulama banyak yang tidak memahami apa itu politik.

Bila seorang ulama tidak mengerti tentang politik, mereka mengatakan orang ini sangat alim. Karena ia tidak mencampuri urusan politik. Mereka mengatakannya ulama yang hebat dan baik. Bagaimana ia melaksanakan shalat dan kembali ke rumahnya. Pemikiran ini yang dipaksakan kepada kita.
Setan-setan ini menginginkan agar kelompok ulama dimarjinalkan. Kepada kita dipaksakan untuk meyakini bahwa bila seorang ulama punya keyakinan harus terlibat dalam urusan politik dan urusan rakyat, maka mereka akan mengatakannya sebagai ulama politik. Ketika dikatakan kepadanya sebagai ulama politik, artinya ia harus minggir dan diasingkan dari masyarakat.

Mereka memaksakan kita untuk menerima ini dan setan tidak membiarkan kita mempelajari Nabi Muhammad Saw dan perilakunya. Mereka tidak pernah membiarkan kita mempelajari perilaku Imam Ali as. Mereka tidak memberikan kesempatan kita membahas bagaimana sikap dan kondisi mereka saat itu. Apakah Nabi Muhammad Saw tidak pernah mencampuri urusan politik? Apakah Anda dapat mengatakan bahwa karena Nabi Muhammad Saw seorang politikus, lalu ia harus diasingkan dari masyarakat dan jangan terlibat dalam urusan politik? Harus diketahui bahwa seluruh kehidupannya dihabiskan dalam urusan politik. Seluruh hidupnya dihabiskan dalam politik Islam dan mendirikan pemerintahan Islam.

Imam Ali as memiliki pemerintahan dan mengirimkan utusannya ke daerah-daerah. Apakah ini bukan politik? Apakah kalian ingin mengatakan apa yang diperbuat Imam Ali as merupakan kesalahan?Mereka yang mengatakan tidak bisa mencampuri urusan politik, maka sudah tidak ada keharusan lagi.Para ulama harus kembali dan duduk saja di rumahnya dan pada saat yang sama mengaku sebagai pengikut Imam Ali as.

Kalian yang tidak mengakui bahwa ulama juga harus mencampuri urusan politik maka jangan percaya sama sekali bahwa Nabi Muhammad Saw telah terlibat dalam urusan politik. Ia tidak pernah punya pemerintahan. Ia berada di sudut kota Madinah dan hanya duduk di masjid. Ia menutup kepalanya dengan jubahnya dan pergi ke masjid untuk melaksanakan shalat, lalu kembali lagi ke rumahnya. Di rumahnya beliau hanya duduk dan mengkaji masalah. Apakah Nabi Muhammad Saw kita memang demikian? Ataukah sejak awal Nabi Muhammad Saw telah terlibat dalam urusan politik? (Pidato Imam Khomeini ra di depan para ulama Teheran, Sahifah Nour, jilid 15, hal 56-57) (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

Sumber: Rouhaniyat va Siyasat az Didgah Imam Khomeini ra, Rasoul Saadatmand, Qom, Tasnim, 1378, cetakan pertama.
Source: http://amronbadriza.blogspot.com/2012/07/cara-membuat-kotak-komentar-facebook-di.html#ixzz2EWLgEhxW

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar